Aplikasi.ac.id –
Seperti yang kita tahu, Starlink resmi masuk ke Indonesia pada Mei 2024 dengan janji Elon Musk untuk meningkatkan konektivitas di wilayah yang masih sulit terjangkau internet.Namun setelah lebih dari setahun, ternyata performa Starlink di Indonesia menunjukkan hasil yang lebih kompleks dari harapan awal.
OpenSignal memberikan laporan terkait perkembangan layanan starlink di Indonesia belakangan ini. Seperti apa hasilnya?

Perbandingan Kecepatan Starlink di Awal Kemunculan dan Sekarang
Dalam temuan open signal, salah satu yang paling disoroti yaitu kecepatan dari layanan Starlink. Di awal peluncuran, Starlink menawarkan kecepatan unduh 42 Mbps dan unggah 10,5 Mbps, cukup tinggi untuk wilayah non-fiber.

Bahkan, Starlink sempat menghentikan pendaftaran pelanggan baru karena permintaan melonjak terlalu cepat. Saat pendaftaran dibuka kembali pada Juli 2025, biaya instalasi melonjak ke Rp8–9,4 juta.
Namun dalam waktu satu tahun, kecepatan unduh Starlink turun hampir dua pertiga, dan unggah turun hampir setengahnya akibat kemacetan jaringan. Meski kecepatannya menurun, Starlink mencatat peningkatan Konsistensi Kualitas dari 24,2% menjadi 30,9%.
Kalah Saing Dengan FWA
Pemerintah Indonesia sendiri juga mendorong penyedia layanan telekomunikasi tanah air untuk menjangkau lebih banyak wilayah, dengan solusi FWA (Fixed Wireless Access). Dan hal ini akhirnya juga jadi batu sandungan buat Starlink.

Data dari OpenSignal juga mencatat, saat ini FWA mengungguli Starlink dalam tiga aspek: kecepatan unggah, Konsistensi Kualitas, dan pengalaman video. Starlink hanya lebih unggul di kecepatan unduh, tetapi kalah dalam stabilitas jaringan dibanding FWA. Ini dikarenakan sebagian besar layanan FWA di Indonesia masih berbasis 4G, karena spektrum 5G masih terbatas.
Telkomsel memimpin pasar FWA lewat Orbit, yang tumbuh 31% menjadi 1,1 juta pelanggan pada 2023. XL dan IOH juga memperluas layanan FWA, dengan IOH meluncurkan HiFi Air pada 2024 bersama ekspansi jaringan 4G/5G dengan Nokia.
Starlink Unggul di Wilayah Terpencil
Secara geografis, Starlink unggul dalam menjangkau wilayah terpencil seperti Maluku dan Papua, sedangkan FWA terkonsentrasi di Jawa dan Sumatra. Di area perkotaan, kecepatan unduh Starlink sekitar 25 Mbps lebih cepat dari FWA, tetapi FWA tetap lebih stabil.
Tantangan lain yang dialami Starlink yaitu menghadapi hambatan regulasi, termasuk keharusan mendirikan Pusat Operasi Jaringan (NOC) lokal untuk pemantauan pemerintah. Pemerintah juga membatasi fitur roaming Starlink hanya untuk kapal laut, bukan untuk penggunaan di darat atau mobil.
Hadir Sebagai Pelengkap
KPPU merekomendasikan agar Starlink hanya beroperasi di wilayah 3T, namun menariknya data menunjukkan 17,3% pengguna Starlink justru berasal dari area perkotaan. Alasan harga mungkin juga jadi penent.
Meski begitu, Starlink dinilai berpotensi besar dalam mendukung inklusi digital, asalkan bisa memperluas kapasitas, menjaga stabilitas performa, dan berperan sebagai pelengkap FWA serta fiber, bukan pesaing langsung.
Artikel ini Rangkuman Dari Berita : https://gadget.jagatreview.com/2025/10/setahun-starlink-di-indonesia/