Aplikasi.ac.id –
Rencana Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk melelang frekuensi 1,4 GHz belakangan ini menjadi perbincangan hangat. Namun sejumlah pihak menilai kebijakan ini perlu dipertimbangkan dengan cermat agar tidak menimbulkan masalah di pasar telekomunikasi.
Dalam forum Morning Tech bertajuk Lelang Frekuensi, Untuk Siapa? Koordinator Kebijakan Penyelenggaraan Infrastruktur Digital Komdigi, Benny Elian, menjelaskan bahwa Komdigi memiliki wacana kalau spektrum ini akan digunakan untuk menghadirkan layanan internet berkualitas. Yaitu dengan harga terjangkau dengan tarif berkisar Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per bulan untuk kecepatan hingga 100 Mbps.

Komdigi menargetkan lelang 1,4 GHz selesai pada semester pertama 2025, sebelum lelang spektrum 700 MHz dilaksanakan. Hingga saat ini, terdapat tujuh perusahaan yang menunjukkan minat terhadap frekuensi tersebut. Namun, Benny menyebutkan bahwa jumlah peserta dapat bertambah saat proses lelang resmi dibuka.
Baca Juga: Microsoft Ungkap Terobosan Quantum Computing dengan Chip Majorana 1 • Exelbiz
Frekuensi 1.4 GHz, Bisa Dipakai Untuk 5G FWA
Sementara itu Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional, Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Sigit Jarot, menyampaikan beberapa pandangannya terkait lelang ini. Ia menilai bahwa frekuensi 1,4 GHz memang sebaiknya dimanfaatkan untuk jaringan 5G Fixed Wireless Access (FWA), karena jika dilepas begitu saja ke pasar, frekuensi ini bisa mengganggu ekosistem mobile broadband yang sudah ada.

Menurut Sigit, selama layanan internet dijaga di kecepatan 100 Mbps, kemungkinan gangguan terhadap frekuensi mobile broadband dapat diminimalisir. Namun, ia juga mengingatkan bahwa regulator harus mengawasi dengan ketat agar tidak terjadi kegagalan pasar. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa harga layanan akan meningkat jika frekuensi dilelang dengan harga tinggi.
Salah satu pemanfaatan utama frekuensi 1,4 GHz adalah untuk 5G FWA, yaitu teknologi yang mengandalkan jaringan 5G untuk menyediakan akses internet tetap tanpa menggunakan kabel. Teknologi ini bisa menjadi solusi di daerah yang belum memiliki infrastruktur kabel, dengan kecepatan tinggi dan latensi rendah, cocok untuk streaming, gaming, hingga konferensi video. Selain itu, pemasangan 5G FWA lebih praktis dibandingkan jaringan serat optik karena hanya membutuhkan perangkat penerima yang langsung terhubung ke jaringan 5G.
Dengan perkembangan teknologi ini, FWA diharapkan dapat mempercepat penetrasi internet di Indonesia, khususnya dalam implementasi jaringan 5G. Namun, keberhasilannya juga sangat bergantung pada regulasi yang diterapkan pemerintah.
Kekhawatiran dan Tantangan dalam Lelang Frekuensi
Di sisi lain, Kamilov Sagala, Dekan Fakultas Hukum Universitas Mitra Bangsa, menegaskan bahwa lelang frekuensi ini harus dilakukan dengan transparan dan penuh kehati-hatian. Pemerintah diminta memastikan bahwa tidak ada kepentingan lain dalam proses ini selain untuk kemajuan teknologi di Indonesia. Selain itu, transparansi dalam penggunaan hasil lelang juga perlu diperjelas.
Ia juga meragukan target harga layanan internet yang dipatok pemerintah. Komdigi menargetkan bahwa layanan internet 100 Mbps dapat tersedia dengan harga Rp 100–150 ribu per bulan. Namun, menurut Kamilov, target ini kurang realistis.
Ya, bahkan kalau kita bandingkan sendiri dengan layanan fiber optik, saat ini masih ada yang menawarkan kecepatan 30 Mbps dengan harga rata-rata Rp 250–300 ribu per bulan.
Dengan berbagai dinamika ini, lelang frekuensi 1,4 GHz masih menjadi perdebatan. Apakah kebijakan ini benar-benar akan mempercepat adopsi 5G dan meningkatkan kualitas internet di Indonesia, atau justru akan menimbulkan tantangan baru? Semua bergantung pada bagaimana proses lelang ini dijalankan dan sejauh mana pemerintah memastikan regulasi yang tepat.
Artikel ini Rangkuman Dari Berita : https://www.jagatreview.com/2025/02/lelang-frekuensi-1-4-ghz-peluang-atau-tantangan-untuk-internet-indonesia/